ads space

Monday, December 26, 2011

Pura Dalem Ped,Semburkan Atmosfer Kekuatan Ratu Gede Nusa


Di sebuah desa, persisnya di Desa Ped, Sampalan, Nusa Penida, ada sebuah pura yang sangat terkenal di seluruh pelosok Bali. Pura Penataran Agung Ped nama tempat suci itu. Berada sekitar 50 meter sebelah selatan bibir pantai lautan Selat Nusa. Karena pengaruhnya yang sangat luas yakni seluruh pelosok Bali, Pura Penataran Agung Ped disepakati sebagai Pura Kahyangan Jagat. Pura ini selalu dipadati pemedek untuk memohon keselamatan, kesejahteraan, kerahayuan, dan ketenangan. Hingga saat ini, pura ini sangat terkenal sebagai salah satu objek wisata spiritual yang paling diminati.

Pada awalnya, informasi tentang keberadaan Pura Pentaran Agung Ped sangat simpang-siur. Sumber-sumber informasi tentang sejarah pura itu sangat minim, sehingga menimbulkan perdebatan yang lama. Kelompok (Puri Klungkung, Puri Gelgel dan Mangku Rumodja -- Mangku Lingsir) menyebutkan pura itu bernama Pura Pentaran Ped. Yang lainnya, khususnya para balian di Bali, menyebut Pura Dalem Ped.

Seorang penekun spiritual dan penulis buku asal Desa Satra, Klungkung, Dewa Ketut Soma dalam tulisannya tentang Selayang Pandang Pura Ped beranggapan bahwa kedua sebutan dari dua versi yang berbeda itu benar adanya. Menurutnya, yang dimaksudkan adalah Pura Dalem Penataran Ped. Hanya, satu pihak menonjolkan penatarannya. Satu pihak lainnya lebih menonjolkan dalemnya.

Selain itu, beberapa petunjuk yang menyebutkan pura itu pada awalnya bernama Pura Dalem. Dalam buku Sejarah Nusa dan Sejarah Pura Dalem Ped yang ditulis Drs. Wayan Putera Prata menyebutkan Pura Dalem Ped awalnya bernama Pura Dalem Nusa. Penggantian nama itu dilakukan tokoh Puri Klungkung pada zaman I Dewa Agung. Penggantian nama itu setelah Ida Pedanda Abiansemal bersama pepatih dan pengikutnya secara beriringan (mapeed) datang ke Nusa dengan maksud menyaksikan langsung kebenaran informasi atas keberadaan tiga tapel yang sakti di Pura Dalem Nusa.

Saking saktinya, tapel-tapel itu bahkan mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit, baik yang diderita manusia maupun tumbuh-tumbuhan. Sebelumnya, Ida Pedanda Abiansemal juga sempat kehilangan tiga buah tapel. Ternyata, begitu menyaksikan tiga tapel yang ada di Pura Dalem Nusa itu adalah tiga tapel yang sempat menghilang dari kediamannya. Namun, Ida Pedanda tidak mengambil kembali tapel-tapel itu dengan catatan warga Nusa menjaga dengan baik dan secara terus-menerus melakukan upacara-upacara sebagaimana mestinya.

Kesaktian tiga tapel itu bukan saja masuk ke telinga Ida Pedanda, tetapi ke seluruh pelosok Bali. Termasuk, warga Subak Sampalan yang saat itu menghadapi serangan hama tanaman seperti tikus, walang sangit dan lainnya. Ketika mendengar kesaktian tiga tapel itu, seorang klian subak diutus untuk menyaksikan tapel tersebut di Pura Dalem Nusa.

Sesampainya di sana, klian subak memohon anugerah agar Subak Sampalan terhindar dari berbagai penyakit yang menyerang tanaman mereka. Permohonan itu terkabul. Tak lama berselang, penyakit tanaman itu pergi jauh dari Subak Sampalan. Hingga akhirnya warga subak bisa menikmati hasil tanaman seperti padi, palawija dan lainnya.

Sesuai kaulnya, warga kemudian menggelar upacara mapeed. Langkah itu diikuti subak-subak lain di sekitar Sampalan. Kabar tentang pelaksanaan upacara mapeed itu terdengar hingga seluruh pelosok Nusa. Sejak saat itulah I Dewa Agung Klungkung mengganti nama Pura Dalem Nusa dengan Pura Dalem Peed (Ped).

Meski demikian, hal itu seolah-olah terbantahkan. Karena seorang tokoh masyarakat Desa Ped, Wayan Sukasta, secara tegas menyatakan bahwa nama sebenarnya dari pura tersebut adalah Pura Penataran Agung Ped. Terbukti dari kepercayaan warga-warga sekitar saat ini. Walaupun ada yang menyebutkan pura itu dengan sebutan Pura Dalem, yang dimaksud bukanlah Pura Dalem yang merupakan bagian dari Tri Kahyangan (Puseh, Dalem dan Bale Agung). Melainkan Dalem untuk sebutan Raja yang berkuasa di Nusa Penida pada zaman itu. Dalem atau Raja dimaksud adalah penguasa sakti Ratu Gede Nusa atau Ratu Gede Mecaling, katanya.

Ada lima lokasi pura yang bersatu pada areal Pura Penataran Agung Ped. Pura Segara, sebagai tempat berstananya Batara Baruna, terletak pada bagian paling utara dekat dengan bibir pantai lautan Selat Nusa. Beberapa meter mengarah ke selatan ada Pura Taman dengan kolam mengitari pelinggih yang ada di dalamnya. Pura ini berfungsi sebagai tempat penyucian.

Pura Ratu Gede
Pura Ratu Gede

Mengarah ke baratnya lagi, ada Pura utama yakni Penataran Ratu Gede Mecaling sebagai simbol kesaktian penguasa Nusa pada zamannya. Di sebelah timurnya ada lagi pelebaan Ratu Mas. Terakhir di jaba tengah ada Bale Agung yang merupakan linggih Batara-batara pada waktu ngusaba.

Masing-masing pura dilengkapi pelinggih, bale perantenan dan bangunan-bangunan lain sesuai fungsi pura masing-masing. Selain itu, di posisi jaba ada sebuah wantilan yang sudah berbentuk bangunan balai banjar model daerah Badung yang biasa dipergunakan untuk pertunjukan kesenian.

Seluruh bangunan yang ada di Pura Penataran Agung Ped sudah mengalami perbaikan atau pemugaran. Kecuali benda-benda yang dikeramatkan. Contohnya, dua arca yakni Arca Ratu Gede Mecaling yang ada di Pura Ratu Gede dan Arca Ratu Mas yang ada di Pelebaan Ratu Mas. Kedua arca itu tidak ada yang berani menyentuhnya. Begitu juga bangunan-bangunan keramat lainnya. Kalaupun ada upaya untuk memperbaiki, hal itu dilakukan dengan membuat bangunan serupa di sebelah bangunan yang dikeramatkan tersebut.

Adanya perbaikan-perbaikan yang secara terus-menerus itu, membuat hampir seluruh bangunan yang ada di Pura Penataran Agung Ped terbentuk dengan plesteran-plesteran permanen dari semen dan kapur. Termasuk asagan yang lazimnya terbuat dari bambu yang bersifat darurat, tetapi dibuat permanen dengan plesteran semen. Paling tidak, hal itu telah memunculkan kesan kaku bagi pura yang diempon 18 desa pakraman tersebut. Pengemponnya mulai Desa Kutampi ke barat. Adanya sejumlah bangunan-bangunan pura yang dikeramatkan, berdampak pada lingkungan pura. Atmosfer keramat diyakini sudah tercipta sejak awal keberadaan pura tersebut.





Purusa-Pradana di Pura Dalem Penataran Peed



Ya atmada balada yasya visva
upasate prasisam yasya devah
yasya chaya-amrtam yasya mrtyuh,
kasmani devaya havisa vidhema.
(Rgveda.X.121.2)
.



Maksudnya:
Tuhan Yang Maha Esa memberikan kekuatan spiritual (rohani) dan fisikal (jasmani). Semua sinar sucinya yang disebut Deva berfungsi atas kehendak Tuhan. Kasih-Nya adalah keabadian, krodanya adalah kematian. Kami semuanya mengaturkan sembah kepada-Nya.



PURA Dalem Penataran Peed di Nusa Penida itu adalah pura untuk memuja Tuhan Yang Mahakuasa sebagai pencipta Purusa dan Pradana. Purusa itu adalah kekuatan jiwa atau daya spiritualitas yang memberikan napas kehidupan pada alam dan segala isinya. Pradana adalah kekuatan fisik material atau daya jasmaniah yang mewujudkan secara nyata kekuatan Purusa tersebut.

Karena itu umat Hindu berbondong-bondong rajin bersembahyang ke Pura Dalem Penataran Peed untuk mendapatkan keseimbangan daya hidup, baik daya spiritual maupun daya fisikal. Karena hanya keseimbangan peran dan fungsi rohani dan jasmani itulah hidup yang harmonis di bumi ini dapat dicapai.

Pemujaan Tuhan sebagai pencipta unsur Purusa dan Pradana ini divisualkan dalam wujud pemujaan di Pura Dalem Penataran Peed. Visualisasi itu merupakan perpaduan konsepsi Hindu dengan kearipan lokal Bali. Di Pura Dalem Penataran Peed ini terdapat dua arca Purusa dan Predana dari uang kepeng yang disimpan di gedong penyimpenan sebagai pelinggih utama di Pura Dalem Penataran Peed. Arca Purusa Predana inilah yang memvisualisasikan kemahakuasaan Tuhan yang menciptakan waranugraha keseimbangan hidup spiritual (Purusa) dengan kehidupan fisik material (Predana).

Dalam Lontar Ratu Nusa diceritakan Batara Siwa menurunkan Dewi Uma dan berstana di Puncak Mundi Nusa Penida diiringi oleh para Bhuta Kala simbol kekuatan fisik material berupa ruang dan waktu. Bhuta itu membentuk ruang dan Kala adalah waktu. Waktu timbul karena ada dinamika ruang. Di Pura Puncak Mundi, Dewi Uma bergelar Dewi Rohini dan berputra Dalem Sahang. Pepatih Dalem Sahang bernama I Renggan dari Jambu Dwipa -- kompyang dari Dukuh Jumpungan.

Dukuh Jumpungan itu lahir dari pertemuan Batara Guru dengan Ni Mrenggi, dayang dari Dewi Uma. Kama dari Batara Guru berupa awan kabut yang disebut limun. Karena itu disebut Hyang Kalimunan. Kama Batara Guru ini di-urip oleh Hyang Tri Murti dan menjadi manusia. Setelah digembleng berbagai ilmu kerohanian dan kesidhian, dan oleh Hyang Tri Murti terus diberi nama Dukuh Jumpungan dan bertugas sebagai ahli pengobatan. Setelah turun-temurun Dukuh Jumpungan menurunkan I Gotra yang juga dikenal I Mecaling. Inilah yang selanjutnya disebut Ratu Gede Nusa.

Ratu Gede Nusa ini berpenampilan bagaikan Batara Kala. Menurut penafsiran Ida Pedanda Made Sidemen (alm) dari Geria Taman Sanur yang dimuat dalam buku hasil penelitian Sejarah Pura oleh Tim IHD Denpasar (sekarang Unhi) antara lain menyatakan sbb: saat Batara di Gunung Agung, Batukaru dan Batara di Rambut Siwi dari Jambu Dwipa ke Bali diiringi oleh seribu lima ratus (1.500) orang halus (wong samar).

Lima ratus wong samar itu dengan lima orang taksu menjadi pengiring Ratu Gede Nusa atas wara nugraha Batara di Gunung Agung. Batara di Gunung Agung memberi wara nugraha kepada Ratu Gede Nusa atas tapa brata-nya yang keras. Atas tapa brata itulah Batara di Gunung Agung memberi anugrah dan wewenang untuk mengambil upeti berupa korban manusia Bali yang tidak taat melakukan perbuatan baik dan benar sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

Di Pura Dalem Penataran Peed ini Ida Batara Dalem Penataran Peed dipuja di Pelinggih Gedong, sedangkan Pelinggih Ratu Gede Nusa berada areal tersendiri di barat areal Pelinggih Dalem Penataran Peed. Pelinggih Dalem Penataran Peed ini berada di bagian timur, sedangkan Pelinggih Padmasana sebagai penyawangan Batara di Gunung Agung berada di bagian utara dalam areal Pura Dalem Penataran Peed. Di Pura Dalem Penataran Peed ini merupakan penyatuan antara pemujaan Batara Siwa di Gunung Agung dengan pemujaan Dewi Durgha atau Dewi Uma di Pura Puncak Mundi.

Dengan demikian Pura Dalem Penataran Peed itu sebagai Pemujaan Siwa Durgha dan Pemujaan Raja disebut Pura Dalem. Sedangkan disebut sebagai Pura Penataran Peed karena pura ini sebagai Penataran dari Pura Puncak Mundi pemujaan Batari Uma Durgha. Artinya, Pura Penataran Peed ini sebagai pengejawantahan yang aktif dari fungsi Pura Puncak Mundi pemujaan Batari Uma Durgha.

Di pura inilah bertemunya unsur Purusa dari Batara di Gunung Agung dengan Batari Uma Durgha di Puncak Mundi. Dari pertemuan dua unsur ciptaan Tuhan inilah yang akan melahirkan sarana kehidupan yang tiada habis-habisnya yang disebut Rambut Sedhana. Baik sarana hidup untuk memajukan kesejahteraan maupun sarana untuk mempertahankan kesehatan dan menghilangkan berbagai penyakit.

Upacara pujawali di Pura Dalem Penataran Peed ini dilangsungkan pada setiap Budha Cemeng Klawu. Hari Budha Cemeng Klawu ini adalah hari untuk mengingatkan umat Hindu pada hari keuangan yang disebut Pujawali Batari Rambut Sedhana. Pada hari ini umat Hindu diingatkan agar uang itu digunakan dengan baik dan setepat mungkin. Uang itu sebagai alat untuk mendapatkan berbagai sarana hidup agar digunakan dengan seimbang untuk menciptakan sarana kehidupan yang tiada habis-habisnya. Uang itu sebagai sarana menyukseskan tujuan hidup mewujudkan Dharma, Artha dan Kama sebagai dasar mencapai Moksha.

Berdasarkan adanya Pelinggih Manjangan Saluwang di sebelah barat Tugu Penyimpanan dapat diperkirakan bahwa Pura Dalem Penataran Peed ini sudah ada sejak Mpu Kuturan mendampingi Raja memimpin Bali. Pura ini mendapatkan perhatian saat Dalem Dukut memimpin di Nusa Penida dan dilanjutkan pada zaman kepemimpinan Dalem di Klungkung.


Source : Babad Bali

Friday, December 23, 2011

Pura Giri Putri, A Place to Request Any Blessing



The life of Hindus in Bali and Indonesia generally, can not be separated from the activities of religious ritual. Every day ritual ceremonies are always held, ranging from the smallest level (home) to larger (in temples). Of course, in the hope of prosperity and welfare. With srada and devotion truly sincere, holy, Nirmala, certainly very much hope people can realize the goal of life Moksartam jagatdhita ye ca iti dharma. For the temple, one can visit many locations scattered throughout Bali. Until outside Bali and even abroad. What about Bali?

In Bali, one of which can be addressed is the Pura Goa Giri Putri. Exactly, if people come to this temple of grace pleading inner and outer well-being, order cheap sustenance, easier way to success in business, live peace, harmony and harmonious household and invoke the grace and the other the benefit of mankind. Goa or a cave is a place / large or small hole in the ground, either diperbukitan or mountain which has a cavity with a certain width and length. Giri means hill / mountain. Putri or Princess means beautiful woman. In the concept of Hinduism, the daughter in question is a symbolic for power / magic power of God that has a motherly nature (feminine). So, Goa Giri Putri intended as a hole that has a cavity, the space of a certain size as a place of power / magic power of God in its manifestation in the form of a woman / beautiful woman called Hyang Giri Putri that no other is one of magic and power Lord Shiva in his form as a. Another name of Giri Putri is Godess Laksmi or Mother Durga.

 Giri Putri cave located at an altitude of 150 meters above sea level. Has a length of about 310 meters and there are 6 places to pray / pelinggih. Before 1990, Goa Giri Putri was a cave used as a local tourist attraction, especially during the day, and Brass Galungan. In addition to the existing water in the garden of holy water made Goa / tirta (mainly by people Karangsari) series with the holding of the ceremony Panca Yadnya. As a form of preservation and maintaining the presence of Princess Giri Goa as a place of worship as well as spiritual and cultural attractions, later, came the idea to build pelinggih pelinggih as a place of worship to the gods who dwell in the Pura Goa Giri Putri.
There are six pelinggih(building to worship) and power of God that sitteth in the temple Goa Giri Putri, They are : Pelinggih Hyang Tri Purusa, Pelinggih Hyang Wasuki, Pelinggih Hyang Giripati, Pelinggih Hyang Giri Putri, Pelinggih Payogan and Pelinggih Hyang Amrita Shiva, Sri Sedana / Queen and Goddess Kwam Im Syahbandar .
 Not only when piodalan/cermony which took place on Purnamaning Kalima, Pura Goa Giri Princess visited by pemedek/prayer always crowded every day. Moreover, Pura Goa Giri Putri get listed in the row of temples that serve the spiritual attraction of Nusa Penida. Not only Hindus, national high officials also often pray at Pura Goa Giri Putri, especially when there are activities in the District Nusa Penida.

Hyang Ganapati and Tri Purusa
here even we can't see the mouth of the cave

If visit to pray to Pura Goa Giri Putri, while down in the parking and then cross the street, directly opposite the road pemedek staircase-steps (stairs), amounting to 110 steps. Up above, meets the first pelinggih (Pelinggih Hyang Tri Purusa) in the form of a Padmasana which is directly in front of the mouth of the cave. Bendesa Pakraman Karangsari I Nyoman Dunia, S.Pd. and Stakeholder Pura Goa Giri Princess Ketut Darma, the MBA said, according to the instructions received by the noetic often supernatural, which malinggih in pelinggih it is the strength of Ida Sang Hyang Hyang Widhi in its manifestations as Tri Purusa (the teachings of Shiva Sidantha) consisting of Paramasiwa, Sadasiwa and Siwatma. Paramasiwa means Nirguna-Brahman ie God in a state of Nirguna / holy pure without being exposed to the influence of maya. Eternal, unchanging, not born and never dies, wyapi wyapaka nirwikara and others. Sadasiwa ie, Saguna-brahman, God in a state of Saguna (Almighty), supernatural, sacred and noble. While Siwatma the influence of God in cyberspace which is the source of life or jiwatma for all beings. Thus, the power of God who was worshiped at first that the pelinggih Hyang Tri Purusa. Where, where bless begged protection from any negative influences, inner and outer happiness and requested guidance in performing tasks of life.

   After praying at Pelinggih Tri Purusa, pemedek continued to enter the area of ​​Goa Giri Putri. The first impression for anyone who  come for the first time to this temple is, it will definitely feel scared, worried and thought could not enter because when he saw a small cave mouth only can be crossed one person. However, these thoughts will disappear, when pemedek already entered the cave area. Small mouth of the cave will only pass about 3 meters. The rest, pemedek be amazed by the wonders that exist and certainly did not expect that the cavity of the cave is very wide and high, is expected to accommodate up to 5,000 persons pemedek.

Hyang Basuki and  Lord Wisnu

 Once through the tunnel, the second pelinggih pemedek again found, namely in the form Pelinggih Hyang Wasuki Sapta Petala. Wasuki Hyang is one manifestation of Ida Sang Hyang Widhi Wasa with the nature of helper, savior and who give prosperity. Because Hyang Wasuki realized in the form of a scaly dragon full of gold trinkets sparkling pearl and crown to tail. Hyang Wasuki also preserves the natural balance of the bottom (pertiwi) for the safety and welfare of mankind and other creatures. Hence, Hindus Tangkil in this pelinggih always requested safety, peace and tranquility of the people in general and especially the family. 

Pelinggih Dewi Gangga

After doing worship in Pelinggih Hyang Wasuki, we'll continue praying in the third form of Padmasana. This is the place for Hyang Giripati / Shiva, place for pelukatan and Penyineban Ida Batara. In this pelinggih, before pemedek do worship, shall purify the Dasa Mala first by pleading tirta pelukatan to Ida Hyang Putri, Goddess Ganga and Hyang Giri Pati for all papa klesa, Sarva roga and the things that are asuri sampat, both scale nor could noetic purified, melted down and destroyed. ''After the procession pelukatan finished, there was praying in front Pelinggih Pasupati pelukatan Giripati to invoke our inner outwardly so that regardless of the negative things,''said Nyoman Bendesa World.

The Stairs to the wall of the cave,where the Peliggih Giri Putri is.
 The next worship is the fourth-place, pelinggih Hyang Giri Putri. Before you climb the stairs, pemedek first encounter a form of pelinggih Ida Ratu Tangkeb Langit as a guard Ida Hyang Giri Putri. Because, to be known, having been in the area, will be found Pelinggih Hyang Giri Putri adjoining the Pengaruman as symbols of gods and goddesses in the form of statues and Rambut Sedana. The most unique of these pelinggih, namely the presence situation that its built in the middle of the cave wall. Here, pemedek can invoke the grace to realize the expectations of life. Pemedek can also apply for a cure by sprinkling holy Tirta by stakeholders / elders / pelingsir group that previously preceded by begging permission from Hyang Giri Putri, Hyang Tri Purusa, Hyang Giri Pati, Hyang Wasuki, Hyang Mahadeva, Sri Hyang Kwam Im and Goddess Rambut Sedana. There is also Pelinggih Payogan. This form pelinggih Padmasana, actually in a room with Giri Putri. The distance is about 7 meters. Special place to do penance, yoga and meditation. A wise man often mentioned as a place of Ida Ratu Niyang - Ratu Kakiang. There is also a calling Ida Hyang Giri Putri and Linggih Shiva in the form of Tri Purusa.


Pelinggih of Amrita Shiva, Sri Sedana and Goddess Kwam im 

 Finally, Pelinggih Hyang Amrita Shiva, Sri Sedana and Goddess Kwam im Syahbandar . This Pelinggih is located at the southeastern tip, where pemedek can clearly see the beam of sunlight that seemed to give the sacred torch of light sparkle Sang Hyang Surya. In pelinggih area, there are two places Padmasana pelinggih worship for Siva Hyang Amrita / Mahadeva and Gedongsari Linggih Ida Hyang Sri Sedana / Queen Syahbandar, Ratu Ayu Mas Melanting and two statues Kwam Lev. Everything is Gods Gracious, Merciful, the Compassionate, Helper, Wisdom and Prosperity gods. In general, this place is a fusion concept of Shiva-Buddha and home to beg grace pemedek inner and outer well-being, so that cheap food, watered down the road to success in business, live peace, harmony and harmonious household and begged grace of the benefit of mankind and others.

Jro Mangku Gde Giri Putri

Friday, December 16, 2011

Balinese Sea Temples

Bali has a number of important sea temples which were founded in the 16th century by a Majapahit monk from Java named Nirartha to honour the gods of the sea . Each of the temples is traditionally said to be visible from the next, forming a 'chain' around the coast of Bali. Many of the most important sea temples are along the south west coast of the island. Listed counterclockwise from Nirartha's legendary point of arrival in Bali, some of the most prominent Balinese sea temples include:
  1. Pura Gede Perancak to the south of Negara 
  2. Pura Rambut Siwi to the east of Negara At this site Niratha is said to have made a gift of a lock of his hair, which was worshipped. Rambut Siwi translates as 'worship of the hair' and the tale is reminiscent of the Buddhist story of Gautama giving eight hairs to Tapussa and Bhallika, which are now enshrined at Shwedagon. 
  3. Pura Tanah Lot west of Canggu and south of Tabanan 
  4. Pura Luhur Uluwatu at the southwestern extremity of the Bukit Peninsula 
  5. Pura Mas Suka at the southern tip of the Bukit Peninsula, near Green Ball Beach. 
  6. Pura Sakenan at Pulau Serengan, an island between Benoa and Sanur 
  7. Pura Pulaki at Pulaki, northeast of Gilimanuk Pura Luhur Uluwatu is the only Balinese sea temple that is also one of the nine Balinese directional temples.

Pura Tanah Lot, A Temple with Famous Views


Tanah Lot means "Land [ in the] Sea" in Balinese language. Located in Tabanan, about 20 km from Denpasar, the temple sits on a large offshore rock which has been shaped continuously over the years by the ocean tide.

Tanah Lot is claimed to be the work of the 15th century priest Nirartha. During his travels along the south coast he saw the rock-island's beautiful setting and rested there. Some fishermen saw him, and bought him gifts. Nirartha then spent the night on the little island. Later he spoke to the fishermen and told them to build a shrine on the rock for he felt it to be a holy place to worship the Balinese sea gods.

The Tanah Lot temple was built and has been a part of Balinese mythology for centuries. The temple is one of seven sea temples around the Balinese coast. Each of the sea temples were established within eyesight of the next to form a chain along the south-western coast. However, the temple had significant Hindu influence.

At the base of the rocky island, poisonous sea snakes are believed to guard the temple from evil spirits and intruders. A giant snake purportedly protects the temple, which was created from Nirata’s scarf when he established the island.


In 1980 the temple’s rock face was starting to crumble and the area around and inside the temple started to become dangerous. The Japanese government then provided a loan to the Indonesia government of Rp 800 billion (approximately USD $130 million) to conserve the historic temple and other significant locations around Bali. As a result, over one third of Tanah Lot's "rock" is actually cleverly disguised artificial rock created during the Japanese-funded and supervised renovation and stabilization program.



The Famous Sunset over Tanah Lot from the Pan Pacific Nirwana Golf Resort

The area leading to Tanah Lot is highly commercialized and people are required to pay to enter the area. To reach the temple, visitors must walk through a carefully planned set of Balinese market-format souvenir shops which cover each side of the path down to the sea. On the mainland cliff tops, restaurants have also been provided for tourists.